IKLAN 1

Kamis, 11 Juni 2020

Rekristalisasi (4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Rekristalisasi adalah teknik permurnian zat padat pencemarnya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Prinsip dasar dari proses ini adalah perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan dengan zat pencemarnya.

Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan datar karena banyak zat padat seperti garam, kuarsa dan salju ada dalam bentuk-bentuk yang jelas simetris. Telah lama para ilmuwan menduga bahwa atom ion ataupun molekul zat padat ini juga tersusun secara simetris.

Bila suatu zat dalam kedaan cair atau larutan mengkristal, kristal dapat terbentuk dengan tumbuh lebih kesatu arah dari pada kelain arah. Dari kata yunani morphe, bentuk sama. Dua zat yang mempunyai struktur kristal yang sama dikatakan isomotif. Suatu zat tunggal yang mengkristal dalam dua atu lebih bentuk yang berlainan pada kondisi yang berlainan, dikataklan bersifat polimort (banyak bentuk)

Walaupun rekristalisasi adalah metode yang sangat sederhana, dalam praktek tidaklah mudah untuk dilakukan.  Oleh karena itu dalam makalah ini kami mengangkat tema rekristalisasi agar kita lebih mendalam mengetahui prinsip-prinsip dari rekristalisasi.

 

1.2  Rumusan Masalah

v  Bagaimana prinsip pemurnian zat padat dengan metode rekristalisasi?

v  Bagaimana tahapan pemurnian padatan dengan metode rekristalisasi?

 

1.3  Tujuan

v  Mengetahui prinsip pemurnian zat padat dengan metode rekristalisasi.

v  mengetahui tahapan pemurnian padatan denganmetode rekristalisasi.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 Pengertian Rekristalisasi

Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak digunakan, dimana zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelurut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu dikala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total impurity biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan. Bila dingin, maka konsentrasi  impurity yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap.

            Struktur kristal ditentukan oleh gaya antar atom dan ukuran atom yang terdapat dalam kristal. Untuk menyederhanakan persoalan, kita dapat menganggap ion atau atom sebagai bola padat berjari-jari r. Struktur ada yang hexagonal close packing. Cara penyusunan bola dalam kristal tidak dapat sesederhana pada kristal logam, karena kristal ionic terdiri dari ion-ion yang bermuatan dan memiliki jenis yang berbeda.

 

2.2 Prinsip Rekristalisasi

Rekristalisasi digunakan untuk memisahkan dua campuran senyawa atas dasar perbedaan kelarutan pada suhu yang berbeda . pertama,larutan dipanaskan terlebih dahulu sampai mendidih. Kemudian larutan disaring dengan penyaring buchner dalam keadaan panas . kemudian filtrat didinginkan sampai terbentuk endapan didasar tabung (erlenmeyer). Setelah terbentuk endapan ,endapan dapat dipisahkan dengan cara disaring menggunakan kertas saring . selanjutnya endapan dapat dikeringkan menggunakan oven. Setelah kristal kering, dapat digunakan untuk percobaan selanjutnya.

Zat campuran dari hasil reaksi pembuatan preparat yang akan dimurnikan dilarutkan dalam pelarut yang cocok yang telah dipilih, biasanya dengan cara coba-coba atau dapat dilihat dalam handbook kimia. Sebaiknya dilarutkan pada temperatur dekat titik didihnya, saring untuk memisahkan dari zat pencampurnya yang tidak larut dalam pelarut yang digunakan itu, kemudian larutan (zat cair hasil saringan) diuapkan sampai jenuh, dan diamkan zat tersebut mengkristal. Apabila zat tersebut larut dalam keadaan panas maka larutan akan mengkristal bila larutan tersebut didinginkan. Selanjutnya saring kristal yang terbentuk, keringkan dan uji sifat fisiknya.

Cara memilih pelarut yang cocok:

a)      Dipilih zat pelarut yang hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dalam keadaan panas, sedangkan zat pencampurnya tidak larut dalam pelarut tersebut.

b)      Dipilih pelarut yang titik didihnya rendah untuk dapat mempermudah proses pengeringan kristal yang terbentuk.

c)       Titik didih pelarut hendaknya lebih rendah dari pada titik leleh zat padat yang dilarutkan supaya zat yang akan dilarutkan tidak terurai.

d)     Pelarut tidak bereaksi dengan zat yang akan dilarutkan.

2.3 Macam atau Jenis Metode

Jenis-jenis metode Kristaliser ;

a)      Kristaliser Tangki

Kristaliser yang paling kuno.  Larutan jenuh, panas dibiarkan berkontak dengan udara terbuka dalam tangki terbuka.

b)      Scraped Surface Crystallizers

Contoh kristaliser jenis ini adalah Swenson-Walker crystallizer. Berupa saluran dengan lebar 2 ft, dengan penampang berbentuk setengah lingkaran. Bagian luar dinding dilengkapi dengan jaket pendingin dan sebuah pisau pengeruk yang akan mengambil produk kristal yang menempel pada dinding.

c)      Forced Circulating Liquid Evaporator-Crystallizer

Kristaliser jenis ini mengkombinasikan antara pendinginan dan evaporasi untuk mencapai kondisi supersaturasi.  Larutan terlebih dulu dilewatkan pemanas HE, kemudian menuju badan kristaliser. Di sini terjadi flash evaporation, mengurangi jumlah pelarut dan meningkatkan konsentrasi solute, membawa ke kondisi supersaturasi. Selanjutnya larutan ini mengalir melalui area fluidisasi dimana kristal terbentuk melalui nukleasi sekunder. Produk kristal diambil sebagai hasil bawah, sedangkan larutan pekat direcycle, dicampur dengan umpan segar.

d)     Circulating Magma Vacuum Crystallizer

Pada tipe kristaliser ini, baik kristal ataupun larutan disirkulasi diluar badan kristal. Setelah dipanaskan larutan akan dialirkan ke badan kristaliser. Kondisi vakum menjadi penyebab menguapnya pelarut, sehingga menjadi lewat jenuh.

 

2.4 Alat yang Digunakan

Adapun tahap-tahap yang dilakukan pada proses rekristalisasi pada umumnya, yaitu :

1.      Memilih pelarut yang cocok

Pelarut yang umum digunakan jika dirutkan sesuai dengan kenaikan kepolarannya adalah petroleum eter (n-heksan , toluene, kloroform, aseton, etil asetat, etanol, methanol, dan air. Pelarut yang cocok untuk merekristalisasi suatu sampel zat tertentu adalah pelarut yang dapat melarutkan secara baik zat tersebut dalam keadaan panas, tetapi sedikit melarutkan dalam keadaan dingin.

2.      Melarutkan senyawa ke dalam pelarut panas sedikit mungkin

Zat yang akan dilarutkan hendaknya dilarutkan dalam pelarut panas dengan volum sedikit mungkin, sehingga diperkirakan tepat sekitar titik jenuhnya. Jika terlalu encer, uapkan pelarutnya sehingga tepat jenuh. Apabila digunakan kombinasi dua pelarut, mula – mula zat itu dilarutkan dalam pelarut yang baik dalam keadaan panas sampai larut, kemudian ditambahkan pelarut yang kurang baik tetes demi tetes sampai timbul kekeruhan. Tambahkan beberapa tetes pelarut yang baik agar kekeruhannya hilang kemudian disaring.(Pemanasan, diatas hot plate).

3.      Penyaringan

Larutan disaring dalam keadaan panas untuk menghilangkan pengotor yang tidak larut. Penyaringan larutan dalam keadaan panas dimaksudkan untuk memisahkan zat-zat pengotor yang tidak larut atau tersuspensi dalam larutan, seperti debu, pasir, dan lainnya. Agar penyaringan berjalan cepat, biasanya digunakan corong Buchner. Jika larutannya mengandung zat warna pengotor, maka sebelum disaring ditambahkan sedikit (± 2 % berat) arang aktif untuk mengadsorbsi zat warna tersebut. Penambahan arang aktif tidak boleh terlalu banyak karena dapat mengadsorbsi senyawa yang dimurnikan.

4.      Pendinginan filtrate

Filtrat didinginkan pada suhu kamar sampai terbentuk Kristal. Kadang – kadang pendinginan ini dilakukan dalam air es (baskom es). Penambahan umpan (seed) yang berupa Kristal murni ke dalam larutan atau penggoresan dinding wadah dengan batang pengaduk dapat mempercepat rekristalisasi.

5.      Penyaringan dan pengeringan Kristal

Apabila proses kristalisasi telah berlangsung sempurna, Kristal yang diperoleh perlu disaring dengan cepat menggunakan corong Buchner. Kemudian Kristal yang diperoleh dikeringkan dalam eksikator atau dalam oven.

2.5 Mekanisme Pemisahan

Syarat utama terbentuknya kristal dari suatu larutan adalah larutan induk harus dibuat dalam kondisi lewat jenuh (supersaturated). Yang dimaksud dengan kondisi lewat jenuh adalah kondisi dimana pelarut (solven) mengandung zat terlarut (solute) melebihi kemampuan pelarut tersebut untuk melarutkan solute pada suhu tetap. Atau kalau diilustrasikan dengan sebuah kelas, jika kapasitas suatu kelas adalah 80 mahasiswa, karena hanya ada 80 kursi. Maka mahasiswa ke-81 yang masuk ke kelas adalah mahasiswa yang membuat kondisi kelas lewat jenuh.

Selanjutnya, bagaimana cara untuk mencapai kondisi supersaturasi yang diinginkan ? Berdasarkan teori, solubilitas padatan dalam cairan akan menurun seiring dengan penurunan suhu (pendinginan).  Seiring dengan penurunan suhu, saturasi akan meningkat sedemikian hingga, sampai tercapai kondisi supersaturasi.

Pendinginan adalah salah satu dari 4 cara yang dapat digunakan untuk mencapai kondisi supersaturasi. Akan tetapi cara ini hanya dapat dilakukan jika, solubilitas padatan dalam larutan sangat dipengaruhi oleh suhu. Dan untuk senyawa Ce2(SO4)3 cara ini tidak berlaku, karena kelarutan senyawa ini dalam air akan berkurang dengan kenaikan suhu.

Tiga metode lain yang dapat digunakan untuk mencapai kondisi supersaturasi  adalah penguapan solven sehingga konsentrasi larutan menjadi makin pekat, penambahan senyawa lain, non solven, ke dalam larutan yang akan menurunkan solubilitas padatan dan reaksi kimia.        

Langkah pertama adalah membentuk inti kristal primer, yang akan merangsang pembentukan kristal. Untuk membentuk inti kristal primer, jika dibuat dari larutan induk, maka beda konsentrasi larutan lewat jenuh dengan konsentrasi jenuh (C-C*) sebagai driving force proses kristalisasi harus dibuat besar. Dan ini membutuhkan energi yang sangat besar. Sehingga untuk skala industri, tidak efisien. Lebih disukai cara penambahan kristal yang sudah jadi, untuk menginisiasi pembentukan inti kristal primer.

Pemodelan matematis yang mewakili proses nukleasi primer, sulit untuk dibuat. Oleh karena itu, perhitungan waktu tinggal semata-mata didasarkan dari hasil eksperimen.

Mekanisme kristalisasi selanjutnya adalah nukleasi sekunder. Pada fase ini, kristal tumbuh dikarenakan kontak antara kristal dan larutan. Terjadi pada kondisi supersaturasi yang lebih rendah yang memungkinkan kristal tumbuh dengan optimal. Nukleasi sekunder membutuhkan bibit atau kristal yang sudah jadi untuk merangsang pertumbuhan kristal yang baru. Fase inipun juga sulit dibuat pemodelannya, sehingga sama dengan nukleasi primer, penentuan waktunya dilakukan dengan eksperimen.

Struktur morfologi dan kemurnian endapan. Pengendapan mungkin adalah metode yang paling sering di pakai dalam praktek analisis kualitatif . timbulnya endapan sebagai hasil penambahan suatu reagensia tertentu dapat di pakai sebagai uji terhadap suatu ion tertentu (svehla,1990).

Kemudahan suatu sndapan dapat disaring dan dicuci tergantung sebagian besar pada struktur morfologi endapan,yaitu pada bentuk dan ukuran Kristal-kristalnya. Jelaslah,makin besar Kristal-kristal yang terbentuk selama berlangsungnya pengendapan ,makin mudah mereka dapat di saring, dan mungkin sekali (meskipun tak harus) makin cepat Kristal-kristal itu akan turun kebawah keluar dari larutan ,yang lagi-lagi akan membantu penyaringan .bentuk Kristal juga penting(svehla,1990).

Struktur yang sederhana,seperti kubus, ooktahedron,atau jarum-jarum ,sangat menguntungkan , karena mudah dicuci setelah disaring. Kristal dengan sruktur yang lebih kompleks , yang mengandung lekuk-lekuk dan lubang-lubang , akan menahan cairan induk(mother liquid), bahkan setelah dicuci dengan seksama . dengan endapan yang terdiri dari Kristal-kristal demikian, pemisahan kuantitatif lebih kecil kemungkinannya bis tercapai. Ukuran Kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung terutama pada dua faktor penting: yaitu laju pembentukan inti(nukleas)dan laju pertumbuhan Kristal (svehla,1990).

 

2.6 Laju Pertumbuhan

2.5.1 Laju pembentukan inti

Dapat dinyatakan dengan jumlah inti yang terbentuk dalam satuan waktu. jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali Kristal yang akan terbentuk, tetapi tak atupun dari inti akan tumbuh menjadi terlalu besar ,jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh (supersaturation) dari larutan. pengalaman telah  menunjukkan bahwa pembentukan Kristal dari larutan yang homogen, sering  belum dimulai pada konsentrasi ion yang seharusnya di lihat daari hasilkali kelarutan, tetapi teertunda sampai konsentrasi zat terlarut jauh laeabih tinggi dari pada konsentrasi larutan jenuhnya. Laarutan lewat jenuh demikian berada agak lama dalam keadaan stabil. Ini sering diperlukan prosedur-prosedur khusus (mengocok, menggores-gores Kristal) untuk mendorong kristalisasi. Makin tinggi derajat lewat jenuh ,makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru , jadi makin besarlah laju pembentukan inti (svehla,1990).

2.5.2 Laju pertumbuhan Kristal

merupakan faktor lainnya yang menpengaruhi ukuran Kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, Kristal yang besar-besar terbentuk. Laju pertumbuhan Kristal juga tergantung pada derajat lewat jenuh . namun sebaiknya kita menciptakan kodisi-kondisi pada mana lewat jenuhnya sedang-sedang saja, yang hanya memungkinkan teerbentuknya sejumlah inti yang relative sedikit, yang pada gilirannnya dapat timbul menjadi Kristal-kristal besar. Struktur morfologi endapan sering dapat diperbaiki dengan pengolahan lannjutan. telah diketahui bahwa kelarutan partikel-partikel yang sangat kecil,adalah jauh lebih besar dari pada kelarutan kristal-kristal besar dari zat yang sama. jika sutu campuran yang terdiri dari induk-induk dan endapannya sekedar dibiarkan diam untuk waktu yang lebiih lama, partikel yang kecil akan larut lagi  perlahan-lahan ke dalam larutan induk, sedangkan partikel-partikel yang lebih besar justru tumbuh; jadi terjadilah rekritalisasi (svehla,1990).

 Proses ini yang berupa pematangan (atau ageing), dapat sangat di percepat  dengan mendiamkan campuran-campuran pada suhu tinggi, misalnya, membiarkan berdiri diatas suatu penangas air (water bath). Proses pematangan cara ini sering disebut pencernaan (digestion). Setelah pengolahan tersebut , endapan menjadi lebih mudah di saring dan dicuci; itulah mengapa tahap ini senantiasa dimasukkan dalam hampir semua prosedur analisis gravimetric atau analisis timbangan. di lain pihak, pematangan suatu endapan ,mungkin mempunyai efek yang tak dikehendaki (svehla,1990).


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Rekristalisasi merupakan suatu metode untuk memurnikan padatan-padatan organic yang mempunyai kecenderungan membentuk kisi-kisi kristal melalui penggabungan molekul-molekul yang ukuran, bentuk, dan gaya-gaya ikatannya sama. Prinsip umum yang berlaku dalam proses rekristalisasi adalah jika terjadi penurunan tamperatur maka suatu padatan menjadi kurang larut di dalam suatu pelarut tertentu.

Adapun tahap-tahap yang dilakukan pada proses rekristalisasi pada umumnya, yaitu :

1.      Memilih pelarut yang cocok

2.      Melarutkan senyawa ke dalam pelarut panas sedikit mungkin

3.      Penyaringan

4.      Pendinginan filtrate

5.      Penyaringan dan pengeringan Kristal



DAFTAR PUSTAKA 

Anonymous, 2011 http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/metoda-pemisahan-standar. diakses pada tanggal 18 juni 2011

Fessenden & Fessenden.1987. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Khamidinal. 2009. Teknik Laboratorium Kimia. pustaka pelajar: yogyakarta

Sukardjo. 1989. Kimia Fisika. Bina Cipta Aksara: Bandung.

Svehla.1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kulitatif Makro Dan Semimikro. Jakarta: PT kalman media Pustaka

Tim Penyusun. 2008. Penuntun Praktikum Kimia Organik 1. Surabaya : UNESA Press Underwood


0 komentar:

Posting Komentar