IKLAN 1

Rabu, 10 Juni 2020

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Kimia analisis melibatkan penggunaan sejumlah teknik dan metode untuk memperoleh aspek kualitatif, kuantitatif, dan informasi struktur dari suatu senyawa atau bahan kimia. Kebanyakan bahan-bahan di alam terdapat dalam bentuk senyawa yang beraneka ragam . dan untuk mendapatkan senyawa yang diinginkan maka harus dilakukan pemisahan pada senyawa campuran tersebut. Untuk memisahkan suatu senyawa dari senyawa campurannya dan memperoleh senyawa murni, maka dipakai metode pemisahan dalam analisis.

Metode pemisahan merupakan salah satu metode analisis yang merupakan aspek penting dalam bidang kimia. Berbagai teknik pemisahan dapat diterapkan untuk memisahkan campuran. Salah satu metode pemisahan yaitu kromatografi. Kromatografi merupakan metode pemisahan fisik, dimana komponen-komponen yang dipisahkan didistribusikan di antara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak.

Salah satu jenis kromatografi konvensional adalah kromatografi lapis tipis (KLT) . media pemisahan dalam kromatografi ini adalah lapisan dengan ketebalan 0,1-0,3 mm zat adsorben pada lempeng kaca, plastik, atau aluminium. Kromatografi merupakan metode pemisahan yang sering dilakukan karena murah dan mudah dilakukan serta pelaksanaanya tidak membutuhkan waktu yang lama. Untuk mengetahui lebih jauh tentang kromatografi lapis tipis (KLT), maka disusun makalah yang berjudul Kromatografi Lapis Tipis ini dengan harapan bisa menambah pemahaman kita terhadap metode pemisahan dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis.

 

1.2  Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:

a)      Apa  yang pengertian dan prinsip kerja dari  Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ?

b)      Apa fase diam dan fase gerak pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ?

c)      Bagaimana pelaksanaan dan proses pemisahan pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ?

d)     Apa saja variasi prosedur pada KLT?

e)      Bagaimana penggunaan KLT dalam analisis kualitatif, kuantitatif, dan preparatif ?

 

1.3  Tujuan

a)      Untuk mengetahui pengertian dan prinsip kerja dari Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

b)      Untuk mengetahui fase diam dan fase gerak pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

c)      Untuk mengetahui pelaksanaan dan proses pemisahan pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

d)     Untuk mengetahui variasi prosedur pada KLT.

e)      Untuk mengetahui penggunaan KLT dalam analisis kualitatif, kuantitatif, dan preparatif.

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian  dan Prinsip Kerja Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom.

Kromatografi lapis-tipis merupakan salah satu kromatografi yang berdasarkan adsorpsi, tahapan analisis dengan kromatografi lapis tipis sama seperti pada kromatografi kertas. Kelebihan kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan kromatografi kertas adalah waktu elusi yang relative lebih pendek dan dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.

Kromatografi Lapis Tipis merupakan teknik pemisahan yang adsorbennya dilapiskan pada lempeng kaca yang bersifat sebagai penunjang fasa diam dan terbentuk kromatogram. Ini dikenal juga sebagai kromatogram dengan kromatografi kolom terbuka. Metode ini sedrhana, cepat dalam pemisahan dan sensitif, kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan.

Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.

KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang bersifat hidrofobik seperti lipida-lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil.

Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, aatu kombinasi cairan padatan0 dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam yang membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda.

 

2.2 Fase Diam dan Fase Gerak pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Fase Diam KLT

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin  kecil ukuran rata-rata partikel fase diam, maka semakin baiok kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya.

Penjerap yang paling sering digunakan silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorpsi. Lapisan tipis yang digunakan sebagai penjerap juga dapat dibuat  dari silika yang telah dimodifikasi, resin penukar ion, gel eksklusi, dan siklodekstrin yang digunakan untuk pemisahan kiral.

Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet.Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminiumoksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Apa yang kita sebutkan tentang jel silika kemudian digunakan serupa untuk alumina.

Jel silika adalah bentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada permukaan jel silika, atom silikon berlekatan pada gugus -OH.Jadi, pada permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain Si-O-Si. Permukaan jel silika sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-dipol.. Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Apa yang kita sebutkan tentang jel silika kemudian digunakan serupa untuk alumina.

Berikut merupakan ringkasan beberapa penjerap (fasa diam) yang sering digunakan dalam KLT beserta mekanisme pemisahannya, serta penggunaannya untuk analisis.

Tabel 1. Beberapa penjerap fase diam yang digunakan pada KLT

Penjerap

Mekanisme Sorpsi

Penggunaan

Silika gel

Adsorpsi

Asam amino, hidrokarbon, vitamin, alkaloid.

Silika yang dimodifikasi dengan hidrokarbon

Partisi termodifikasi

Senyawa-senyawa non polar

Serbuk selulosa

Partisi

Asam amino, nukleotida, karbohidrat

Alumina

Adsorpsi

Hidrokarbon, ion logam, pewarna makanan, alkaloid.

Kieselguhr (tanah diatomae)

Partisi

Gula, asam-asam lemak

Selulosa penukar ion

Pertukaran ion

Asam nukleat, nukleotida, halida dan ion-ion logam

Gel Sephadex

eksklusi

Polimer, protein, kompleks logam

ᵝ-siklodekstrin

Interaksi adsorpsi stereospesifik

Campuran enasiomer

 

Lempeng KLT disiapkan dengan melapiskan penjerap ke permukaan lapisan kaca, gelas, atau aluminium dengan ketebalan 250μm. Lempeng KLT telah tersedia di pasaran dengan berbagai ukuran  dan telah ditambah dengan fluorensen untuk memfasilitasi deteksi bercak solut .

Modifikasi Fase Diam

Untuk tujuan tertentu, silika gel atau fase diam yang lain dapat dimodifikasi dengan cara pembaceman.  Berikut akan diuraikan beberapa perlakuan terhadap pejerap:

1.              Perlakuan silika dengan KOH

Untuk analisis senyawa-senyawa yang bersifat basa dapat dilakukan dengan menggunakan fase diam silika yang disemprot dengan larutan KOH dalam metanol. Perlakuan ini bertujuan untuk memperoleh kromatogram senyawa dalam bentuk basa bebasnya daripada dalam bentuk garamnya. Garam-garam amina akan bergerak sangat lambat dalam fase gerak pelarut organik karena senyawa-senyawa basa hanya  cenderung berinteraksi  secara kuat dengan gugus silanol yang ada di fase diam; karenanya jika ada KOH dalam fase diamnya akan menekan interaksi ini.

Fase gerak yang digunakan untuk jenis ini biasanya juga mengandung suatu komponen yang bersifat basa. Contoh fase gerak yang digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat basa menggunakan fase diam silika gel yang dibacem dengan KOH adalah:

1.              Larutan metanol/amonia (100:1,5)

2.              Sikloheksana / toluena/ dietilamina (75:10:15)  

3.              Kloroform:metanol (90:10)

Senyawa 2 bersifat agak nonpolar dan berguna untuk memisahkan senyawa-senyawa basa yang sangan hipofilik seperti basa-basa anthistamin, narkotika, dan simpatomimetika.

2.              Pembaceman silika gel

Permukaan slika gel dapat dibuat nonpolar dengan mereaksikannya dengan cara pembaceman menggunakan diklorodimetilisina.  Sejumlah reagen silanisasi dapat digunakan pada reaksi ini, seperti oktadesilina(ODS) yang akan menghasilkan lempeng silika gel ODS yang serupa dengan kolom ODS dalam KCKT . selain itu , silika gel juga dapat dibacem dengan parafin cair, minyak silikon atau dengan lemak. Lempeng fase diam yang dibacem dengan pereaksi ini digunakan untuk identifikasi hormon-hormon steroid.

3.              Keiselguhr sebagai pendukung lembam (inert)

Keiselguhr sendiri tidak mempunyai sifat absortif yang kuat tetapi Keiselguhr dapat dilapiskan pada fase diam cair berlilin. Keiselguhr yang dilapiskan dengan cairan parafin digunakan dalam uji farmakope untuk trigleserida dan asam-asam lemak dalam minya (fixed oil). Lempeng Keiselguhr dibacem dengan larutan yang mengandung cairan parafin dalam petroleum eter. Dengan demikian lempeng Keiselguhr mempunyai permukaan hidrofobik. Sampel fix oil yang diuji ditotolkan dalam lempeng lempeng, dan lempeng  dikembangkan dengan asam asetat sebagai fase gerak.

Asam asetat merupakan pelarut yang sangat polar sehingga lapisan parafin tidak akan terlarut ke dalamnya. Sebaliknya trigliserida dalam fixed oil hanya bersifat sedikit polar karenanya akan terpartisi dalam lapisan parafin cair dan fase gerak (asam asetat). Semakin panjang rantai asam lemak dalam trigeliserida, semakin rendah nilai Rf- nya. Lempeng selanjutnya diamati dengan  menggunakan uap iodium dan dilanjutkan dengan penyemprotan secara permanen denganlarutan pati.

Reagen lain yang digunakan untuk membacem Keiselguhr adalah: formamida dan propan-1,2-diol. Dalam kasus digunakannya  agen pembacem ini maka fase gerak yang digunakan harusv mempunyai polaritas yang rendah untuk menghindari terlarutnya agen dari lempeng fase diam.

 

Fase Gerak pada KLT

Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen gula dalam tetes secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan.

Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik pelarut. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif tak polar dari ikatannya dengan alumina (jel silika). (Kantasubrata, 1993).

 

Kecepatan gerak senyawa-senyawa ke atas pada lempengan itu tergantung pada:

a.       Bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut. Hal ini bergantung pada bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut.

b.      Bagaimana senyawa melekat pada fase diam, misalnya jel silika. Hal ini tergantung pada bagaimana besar atraksi antara senyawa dengan jel silika.

Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf  adalah :

1)   Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.

2)   Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.(Biasanya aktifitas dicapai dengan pemanasan dalam oven, hal ini akan menge­ringkan molekul-molekul air yang menempati pusat-pusat serapan dari penyerap). Perbedaan penyerap akan memberikan perbedaan yang besar terhadap harga  Rf meskipun menggunakan fasa bergerak dan solute yang sama tetapi hasil akan dapat diulang dengan hasil yang sama,   jika menggunakan penyerap yang sama, ukuran partikel tetap  dan jika pengikat (kalau ada) dicampur hingga homogen.

3)   Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap, dalam prakteknya tebal lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya, tetapi perlu diusahakan tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang kecil dari plat.

4)   Pelarut (dan derajat kemurniannya) fasa bergerak. Kemurnian dari pelarut yang digunakan sebagai fasa bergerak dalam kromatografi lapisan tipis adalah sangat penting dan bila campuran pelarut digunakan maka perbandingan yang dipakai harus betul-betul diperhatikan.

5)  Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.

6)  Teknik percobaan.

    Arah pelarut bergerak di atas plat. (Metoda aliran penaikan yang hanya diperhatikan, karena cara ini yang paling umum meskipun teknik aliran penurunan dan mendatar juga digunakan).

7)  Jumlah cuplikan yang digunakan.

    Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan hasil penyebaran noda-noda dengan kemungkinan terben­tuknya ekor dan efek tak kesetimbangan lainnya, hingga akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada harga-harga Rf.

8)  Suhu. Pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama untuk mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan fasa.

9)    Kesetimbangan.

    Ternyata bahwa kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih pen­ting dalarn kromatografi  kertas, hingga perlu mengusahakan at­mosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan pelarut campuran, akan terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan fasa bergerak lebih cepat pada bagian tepi-tepi  dan keadaan ini harus dicegah.

Anggaplah bercak awal pada alumina mengandung dua senyawa, yang satu dapat membentuk ikatan hidrogen, dan yang lainnya hanya dapat mengambil tiap-tiap bagian interaksi van der Waals yang lemah. Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen akan melekat pada jel silika lebih kuat dibanding senyawa lainnya. Kita mengatakan bahwa senyawa ini terjerap lebih kuat dari senyawa yang lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari satu substansi pada permukaan.

Penjerapan bersifat tidak permanen, terdapat pergerakan yang tetap dari molekul antara yang terjerap pada permukaan jel silika dan yang kembali pada larutan dalam pelarut. Dengan jelas senyawa hanya dapat bergerak ke atas pada lempengan selama waktu terlarut dalam pelarut. Ketika senyawa dijerap pada jel silika-untuk sementara waktu proses penjerapan berhenti-dimana pelarut bergerak tanpa senyawa. Itu berarti bahwa semakin kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang ditempuh ke atas lempengan.Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen akan menjerap lebih kuat daripada yang tergantung hanya pada interaksi van der Waals, dan karenanya bergerak lebih jauh pada lempengan.

Dalam kromatografi, eluent adalah fase gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi antara fase diam dengan eluent sangat menetukan terjadinya pemisahan komponen-komponen dalam sampel.

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sedrhana adalah campuran dua pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal.


Berikut adalah petunjuk dalam memilih dan mengoptimalisasi fase gerak:

- Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif.

- Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan

- Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut yang  sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam.

- Untuk pemisahan yang menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf.  Penambahan pelarut yang bersifat polar seperti dietil eter ke dalam pelarut nonpolar seperti metil benzen akan meningkatkan harga Rf secara signifikan. Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen akan melekat pada jel silika lebih kuat dibanding senyawa lainnya hanya dapat mengambil bagian interaksi van der Waals yang lemah. Kita mengatakan bahwa senyawa ini terjerap lebih kuat dari senyawa yang lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari satu substansi pada permukaan. Terdapat perbedaan bahwa ikatan hidrogen pada tingkatan yang sama dan dapat larut dalam pelarut pada tingkatan yang sama pula. Ini tidak hanya merupakan atraksi antara senyawa dengan jel silika. Atraksi antara senyawa dan pelarut juga merupakan hal yang penting-hal ini akan mempengaruhi bagaimana mudahnya senyawa ditarik pada larutan keluar dari permukaan silika. Penyerapan pada kromatografi lapis tipis bersifat tidak permanen, terdapat pergerakan yang tetap dari molekul antara yang terjerap pada permukaan jel silika dan yang kembali pada larutan  dalam pelarut.  Dengan jelas senyawa hanya dapat bergerak ke atas pada lempengan selama waktu terlarut dalam pelarut. Ketika senyawa dijerap pada jel silika-untuk sementara waktu proses penjerapan berhenti-dimana pelarut bergerak tanpa sesnyawa. Itu berarti bahwa semakin kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang ditempuh ke atas lempengan.

2.3 Pelaksanan dan  Proses Pemisahan pada Kromatografi Lapis Tipis

a.    Penotolan Sampel

Sebelum sampel ditotolkan, sebuah garis menggunakan pensil digambar  didekat bagian bawah lempengan . Diberikan penandaan pada garis di lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari sampel.

Pemisahan pada KLT yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang kan ditotolkan lebih dari 15μm. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda.

Berdasarkan pada tujuan analisis, berbagai macam jumlah sampel telah disarankan untuk digunakan dan diringkas pada tabel berikut.

 

Tabel 2. Parameter-parameter aplikasi yang direkomendasikan

Tujuan

Diameter bercak (mm)

Konsentrasi sampel (%)

Banyaknya sampel (μg)

densitometri

2 mm untuk volume sampel 0,5 μl

0,02-0,2

0,1-1 (untuk KLT- KT)

1-10 (konvensional)

identifikasi

3mm untuk volume sampel 1 μl

0,1-1 

1-20

Uji kemurnian

4 mm untuk volume sampel 2μl

5

100

 

Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5μl. Jika volume sampel yang akan ditotolkan lebih besar dari 2-10μl maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totol.

b. Pengembangan

Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel tersebut dalam suatu bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tapi bagian bawah lempeng lapis tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan ke dalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus di bawah lempeng yang telah berisi totolan sampel.

Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin (akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan). Untuk melakukan penjenuhan fase gerak , biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung atas kertas saring , amaka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh. Selama proses elusi, bejana kromatografi harus ditutup rapat, misalkan dengan lembar aluminium dan sebagainya.

Ada beberapa teknik untuk melakukan teknik pengembangan dalam KLT, yaitu:

a.    Pengembangan menaik (ascending)

b.    Pengembangan menurun (descending)

c.    Melingkar

d.   Mendatar

Meskipun demikian, cara menaik (ascendin) merupakan cara yang paling popular dibandingkan dengan cara lain.

c.    Deteksi bercak

Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara fisika, kimia, maupun biologi. Cara kimia yang biasa dilakukan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar ultra violet. Fluoresensi sinar ultraviolet terutama dilakukan untuk senyawa yang berfloresensi, membuat bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa tidak dapat berfloresensi maka bahan penyerapnya akan diberi indikator yang bisa berfluoresensi. Dengan demikian bercak akan kelihatan hitam. Sedang latar belakangnya akan kelihatan berfluoresensi.

Berikut adalah cara-cara kimia untuk mendeteksi bercak:

a.       Menyemprot   lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi secara kimia dengan seluruh solut yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna. Kadang-kadng lempeng dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak.

b.      Mengamati lempeng di bawah lampu ultraviolet  yang dipasang pada panjang gelombang emisi 254 atau 366 untuk menampakkan solut sebagai bercak yang gelap atau bercak yang berfluoresensi terang  pada dasar yang berfluoresensi seragam. Lempeng yang diperdagangkan dapat dibeli dalam bentuk lempeng yang sudah diberi dengan senyawa fluoresens yang tidak larut yang dimasukkan ke dalam fase diam untuk memberikan dasar fluoresensi atau dapat pula dengan menyemprot lempeng dengan reagen fluoresensi setelah dilakukan pengembangan.

c.       Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu dipanaskan untuk mengoksidasi solut-solut organik yang akan nampak sebagai bercak hitam sampai kecoklat-coklatan.

d.      Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam Chamber tertutup

e.       Melakukan scanning pada permukaan  lempeng dengan densitometer, suatu instrumen yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatat (recorder).

 

 

 

 

Reagen yang digunakan sebagai penampak bercak dalam KLT dapat dibedakan menjadi 2, yaitu reagen umum (yang berlaku untuk hampir semua senyawa organik)  dan reagen selektif yang hanya mendeteksi jenis atau golongan tertentu sebagaimana ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 3. Beberapa reagen umum yang digunakan pada KLT

Metode deteksi

Warna bercak solut

Penggunaan

Asam fosfomolibdat+ pemanasan

Biru gelap

Beberapa senyawa organik

 Asam sulfat pekat+ pemanasan

Hitam kecoklatan

Semua senyawa organik

Uap Iodium

Coklat

Beberapa senyawa organik

 

Tabel 4. Beberapa reagen spesifik yang digunakan pada KLT

Metode deteksi

Warna bercak solut

Penggunaan

Ninhidrin

Pink ke ungu

Asam-asam amino dan amina

2,4-dinitrofenil hidrazon

Oranye / merah

Senyawa-senyawa karbonil

Bromokresol hijau/biru

Kuning

Asam-asam organik

2,7-fluoresein

Kuning-kehijauan

Senyawa organik

Vanilin/asam sulfat

Merah/hijau/pink

Alkohol, keton

Rhodamin B

Berfluoresensi merah

Lemak

Anisaldehid/antimon triklorida

Berbagai macam

Steroid

Difenil amin/ seng

Berbagai macam

Pestisida

 

c.    Menghitung Nilai Rf

Jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk dari campuran diukur nilai Rf nya. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing. Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum mengalami proses penguapan.

Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut:

2.4 Variasi Prosedur pada KLT

Adanya variasi dalam prosedur pengembangan KLT serta adanya fase-fase diam yang telah dikembangkan bertujuan untuk meningkatkan resolusi, sensitivitas, kecepatan, dan selektifitasnya. Ada beberapa variasi prosedur KLT yaitu:

1.                  KLT 2 arah atau KLT 2 dimensi

KLT 2 arah atau 2 dimensi ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel ketika komponen-komponen solute mempunyai karakteristik kimia yang hampir sama, karenanya nilai Rf juga hampir sama sebagaimana asam-asam amino. Selain itu, 2 sistem fase gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan pada suatu campuran tertentu sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang berbeda.

Sampel ditotolkan pada lempeng lalu dikembangkan dengan satu sistem fase gerak sehingga campuran terpisah menurut jalur yang sejajar dengan salah sat sisi. Lempeng diangkat , dikeringkan, diputar 90°, dan diletakkan ke dalam bejana kromatografi yang berisi sistem fase gerak yang kedua, sehingga bercak yang terpisah pada pengembangan pertama terletak di bagian bawah sepanjang lempeng, lalu dikromatografi lagi. Komponen yang terpisah dapat terdapat di mana saja di dalam lempeng.

Kadang-kadang sering dijumpai senyawa yang terurai pada lapisan tipis yang dapat disebabkan oleh kerja katalitis fase diam atau karena adanya air  yang terserap ke permukaan penjerap, atau karena pengaruh udara. Adanya kemungkinan peruraian ini dapat diperiksa dengan KLT 2 arah ini, jika digunakan sistem fase gerak yang sama. Jika tidak terjadi peruraian, maka semua bercak akan terdapat dalam satu garis yang memotong titik awal sampel. Jika ada peruraian , maka akan ada bercak diluar garis.

2.                  Pengembangan Kontinyu

Pengembangan kontinyu (pengembangan terus-menerus) dilakukan dengan cara mengalirkan fase gerak secara terus menerus pada lempeng KLT melalui suatu wadah (biasanya alas tangki) melalui suatu lapisan dan dibuang dengan cara tertentu pada ujung lapisan

3.                  Pengembangan Gradien

Pengembangan ini dilakukan dengan menggunakan komposisi fase gerak yang berbeda-beda. Lempeng yang berisi  analit dapat dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang berisi fase gerak tertentu lalu komponen fase gerak selanjutnya ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam bejana dan diaduk sampai homogen.

Tujuan utama sistem ini  adalah mengubah polaritas fase gerak. Meskipun demikian untuk memperoleh komposisi fase gerak yang reprodusibel sangatlah sulit sehingga teknik kromatografi ini kurang begitu populer.

2.5 Macam-Macam KLT

a. KLT Analitik

b. KLT Prepratif

Salah satu metode pemisahan yang memerlukan biaya paling murah dan memakai peralatan sedarhana ialah KLT preparatif. Walaupun KLT preparatif dapat memisahkan dalam jumlah gram, sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah miligram. KLT preparatif dilakukan dengan menggunakan lapisan tebal (sampai 1 mm) sebagai pengganti lapisan penyerap yang tipis (0,10-0,25 mm). pita-pita sampel yang sudah dipisah dapat diperoleh kembali dengan cara mengerok penyerap dari plat KLT preparatif yang telah dikembangkan. Demikian kuatnya lapisan penyerap melekat pada kaca penyokong sehingga memungkinkan pengembangan plat berulang-ulang dengan pengembang yang sama atau pengembang yang berbeda, dengan terlebih dulu mngeringkan plat sebelum pengembangan berikutnya (Harborne, 1987).

Fase diam yang paling sering digunakan biasanya dengan ketebalan 0,5-2 mm dan ukuran plat kromatogram biasanya 20x20 cm. fase diam yang paling umum dipakai ialah silika gel dan dipakai untuk pemisahan berbagai campuran senyawa lipofil maupun senyawa hidrofil.

Sampel dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada plat KLT preparatif. Pelarut yang baik ialah pelarut yang mudah menguap (atsiri), karena jika pelarut kurang atsiri terjadi pelebaran pita. Konsentrasi sampel harus sekitar 5-10%. Sampel ditotolkan berupa pita yang harus ditotolkan sesempit mungkin karena pemisahan tergantung pada lebar pita. Pemilihan pelarut ditentukan berdasarkan pemeriksaan pendahuluan memakai KLT analitik. Karena ukuran partikel penyerap kira-kira sama, pelarut yang dipakai pada KLT analitik dapat dipakai pada KLT preparatif.

Pengembangan plat KLT preparatif biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan sehelai kertas saring yang tecelup ke dalam larutan pengembang. Keefisienan pemisahan dapat ditingkatkan dengan cara pengembangan berulang. Harus diperhatikan bahwa semakin lama senyawa berkontak dengan penyerap maka semakin besar kemungkinan penguraian (Hostettmann, 1995).

2.6 Penggunaan Kromatografi Lapis Tipis

KLT digunakan secara luas untuk analisis solut-solut organik terutama dalam bidang biokimia, farmasi, klinis, forensik, baik untuk analisis kualitatif dengan cara membandingkan Rf solut denga Rf senyawa baku atau untuk analisis kuantitatif.

Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya komponen dalam campuran, identifikasi senyawa, identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi, menentukan efektifitas pemurnian, menentukam kondisi yang sesuai untuk kromatografi kolom, serta untuk memantau kromatografi kolom, melakukan screening sampel untuk obat.

1.                  Analisis Kualitatif

KLT dapat digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter pada KLT yang digunakan adalah nilai Rf. Dua senyawa dikatakan identik jika mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi KLT yang sama.

Untuk meyakinkan identifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari 1 fase gerak dab jenis pereaksi semprot. Teknik spiking dengan menggunakan senyawa baku yang sudah diketahui sangat dianjurkan untuk lebih memantapkan pengambilan keputusan identifikasi senyawa.

2.                  Analisis Kuantitatif

Ada 2 cara yang digunakan untuk analisis kuantitatif  dengan KLT. Pertama, bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok bercak  lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis lain, misalkan dengan spektrofotometri. Pada cara pertama tidak terjadi kesalahan yang disebabkan oleh perpindahan bercak atau kesalahan ektraksi, sementara pada cara kedua sangat mungkin terjadi kesalahan karena pengambilan atau karena ekstraksi.

Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan KLT biasanya dilakukan dengan densitometer langsung pada lempeng KLT ( atau secara in situ ). Densitometer dapat bekerja secara serapan atau fluoresensi. Kebanyakan densitometer mempunyai sumber cahaya, monokromator untuk memilih panjang gelombang yang cocok, sistem untuk memfokuskan sinar pada lempeng, pengganda foton, dan recorder.

Pada sistem serapan dapat dilakukan dengan model pantulan atau transmisi. Pada cara pantulan, yang diukur adalah sinar yang dipantulkan, yang dapat menggunakan sinar tampak maupun ultraviolet. Sementara itu,  cara transmisi dilakukan dengan menyinari bercak dari satu sisi dan mengukur sinar yang diteruskan pada sisi lain. Pada kenyataannya, hanya sinar tampak yang dapat digunakan untuk metode ini.

Gangguan utama pada sistem serapan adalah fluktuasi latar belakang(background) yang dapat dikurangi dengan beberapa cara, misalnya dengan menggunakan alat berkas ganda, sisem transmisi dan pantulan secara bersamaan, atau dengan sistem dua panjang gelombang.

Kurva baku dibuat untuk setiap lempeng dan kadar senyawa dihitung seperti pada metode instrumental yang lain. Presisi penetapan termasuk penotolan cuplikan, pengembangan kromatogram, dan pengukuran adalah 2-5%.

Sistem fluoresensi biasanya lebih disenangi jika senyawa itu dapat dibuat berfluoresensi. Batas deteksi sistem ini lebih rendah dan kelinieran respon dan selektifitasnya lebih tinggi. Gangguan fluktuasi latar belakang juga lebih rendah.

Bercak yang diukur dengan sistem fluoresensi, serapan ultraviolet, atau sinar tampak dapat ditetapkan lebih teliti daripada bercak yang disemprot dengan pereaksi warna. Faktor keseragaman pada penyemprotan merupakan hal yang sangat menentukan.

Semua pekerjaan KLT jika ditujukan untuk analisis kuantitatif harus dilakukan dengan seksama. Alat yang digunakan untuk mengambil sampel harus terkalibrasi dengan baik. Saat ini tersedia alat penoto sampel kapiler yang berukuran antara 1 sampai 100μL. Pada saat penotolan sampel, kapiler harus tegak lurus dengan lempeng dan semua sampel harus dikeluarkan dari kapiler. 

Analisis Kuntitatif dapat dilakukan dengan melarutkan kembali ion atau senyawa yang sudah terpisahakan kemudian ditentukan serapannya. Dalam hal ini cuplikan ion logam yang bersifat polar sehingga dapat dipisahkan menggunakan kromatografi lapis tipis ini. Fase gerak yang biasa digunakan dalam suasana basa Ni(II) dapat bereaksi dengan dimetil glioksim(DMG) membentuk warna merah. Secara kualitatif warna merah dari kompleks  Ni dapat ditentukan dengan spektrofotometri sinar tampak.

3.                  Analisis Preparatif

Analisis preparatif ditujukan untuk memisahkan analit dalam jumlah yang banyak lalu senyawa yang dipisahkan ini dianalisis lebih lanjut, misalkan dengan spektrofotometri atau dengan teknik kromatografi lain.

Pada KLT preparatif ini, sampel ditotolkan dalam lempeng dengan lapisan yang besar lau dikembangkan dan dideteksi dengan cara yang non-destruktif. Bercak yang mengandung analit yang dituju selanjutnya dikerik dan dilakukan analisis lebih lanjut.

2.7 Contoh Aplikasi Penggunaan KLT

n  Aplikasi KLT dapat digunakan untuk memisahkan tokoferol dalam ekstrak tempe. Sintesis dan Identifikasi Dimer d-tokoferol dilakukan dengan cara  50 mg d-tokoferol murni dilarutkan dalam 2,5 ml petroleum eter. Larutan ini ditambah dengan 1ml larutan NaOH 0,2 M yang mengandung garam K3Fe(CN)6 0,1 g. Campuran diaduk dengan pengaduk magnet selama 45 menit dan suhu 45 oC. Fasa air diekstraksi dengan petroleum eter 3 kali. Seluruh fasa organik (petroleum eter) dikumpulkan, dibilas dengan akuades 5 kali kemudian dikeringkan dengan Natrium sulfat. Ekstrak dievaporasi dengan suhu 20 oC dalam tekanan rendah. Hasil yang diperoleh diidentifikasi dengan KLT. Dimer d-tokoferol hasil sintesis seperti yang disebutkan dalam metodologi dikarakterisasi secara kualitaif dengan TLC preparatif menggunakan pelarut campuran sikloheksana/eter (9:1). Waktu retensi (Rf) dimer d-tokoferol dalam pelarut tersebut 0,58. Waktu retensi dalam proses kromatografi dengan pelarut spesifik merupakan data kualitatif untuk mengetahui keberadaan suatu senyawa. Senyawa dimer d-tokoferol dianalisis spektrofotometer UV, Fluorosensi dan IR.

n  Pemisahan senyawaan golongan antosianin dalam ekstrak buah blueberry, ketela ungu atau anggur

n  Pemisahan senyawaan golongan flovonoid, katekin, saponin dll

n  Jika sampel berupa ekstrak dari tanaman, maka harus dicari dahulu fasa gerak terbaik yang mampu memisahkan dengan baik

n  Pemisahan senyawa aktif dalam obat misalnya Asetaminofen dengan menggunakan fase diam silika gel dan fase gerak heksan:aseton (75:25) dengan menggunakan deteksi UV.

2.8 Keuntungan Penggunaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Beberapa keuntungan dari kromatografi lapis tipis yaitu:

a.       Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet

b.      KLT banyak digunakan untuk tujuan analisis

c.       Dapat dilakukan elusi secara menaik(ascending), menurun(descending), atau dengan cara elusi dua dimensi

d.      Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.

  

BAB III

PENUTUP

3.1              Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan ditarik kesimpulan bahwa Kromatografi lapis-tipis merupakan salah satu kromatografi yang berdasarkan adsorpsi. Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.

Pelaksanaan dan proses pemisahan dalam kromatografi lapis kertas meliputi penotolan sampel, pengembangan, deteksi bercak, dan penghitungan nilai Rf .KLT bisa digunakan untuk analisis kualitatif, kuantitatif, dan preparatif.

 

DAFTAR PUSTAKA 

Clark,Jim.2007. Kromatografi Lapis Tipis. http://www.chemistry.org/  diakses tanggal 19        Juni 2011

Khopkar. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta:UI Press

Rohman, Abdul.2010. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga

 

 

 

 

 


0 komentar:

Posting Komentar