BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kromatografi
merupakan salah satu metode pemisahan dimana komponen-komponen yang akan
dipisahkan di distribusikan diantara dua
fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Kromatografi digunakan untuk memisahkan
substansi campuran menjadi komponen-komponennya, misalnya senyawa Flavonoida
dan isoflavonoida yang terdapat pada tahu, tempe, bubuk kedelai dan tauco serta
Scoparia dulcis, Lindernia anagalis, dan Torenia violacea.. Kromatografi juga
merupakan pemisahan camuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui
kuantitasnya. Untuk itu, kemurnian bahan atau komposisi campuran dengan
kandungan yang berbeda dapat dianalisis dengan benar.
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa
padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau
gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang
terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang
berbeda. Pemisahan senyawa biasanya menggunakan beberapa tekhnik kromatografi.
Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan
senyawa yang akan dipisahkan.
Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa
murninya dan mengetahui kuantitasnya. Kromatografi juga merupakan analisis
cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.
KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik
seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan
kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk
kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom,
identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil.
Pada makalah
ini kami akan membahas mengenai kromatografi lapis tipis. Penjelasan tentang
kromatografi lapis tipis sehingga metode kromatografi atau pemisahan dengan
menggunakan metode kromatografi lapis tipis dapat diterapkan dimana KLT mempunyai
banyak kesamaan dengan kromatografi kertas yang mungkin lebih dikenal.
1.2.Tujuan
Ø 1. Untuk mengetahui pemisahan dengan menggunakan metode
kromatografi lapis tipis
Ø 2. Untuk mengetahui proses elusi pada kromatografi lapis
tipis
Ø 3. Untuk mengetahui kadar sampel dengan menggunakan
kromatografi lapis tipis
PEMBAHASAN
Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa
murninya dan mengetahui kuantitasnya. Kromatografi juga merupakan analisis
cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.
KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik
seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan
kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk
kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom,
identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala
kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan
senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa
yang tidak bereaksi dengan pereaksi – pereaksi yang lebih reaktif seperti asam
sulfat.
2.1. Fasa
Diam
Pada
tehnik kromatografi lapis tipis yang digunakan adalah suatu plat tipis
(aluminium) yang berfungsinya untuk tempat berjalannya adsorbens sehingga
proses migrasi analit oleh solventnya bisa berjalan dan seringkali juga
mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet.
Hal ini Inilah yang membedakan antara kromatografi kertas dengan kromatografi
lapis tipis. Yang dimana pada KLT menggunakan plat tipis sedangkan pada KK
menggunakan kertas (lapisan selulosa) sehingga proses elusinya lebih lama (kira
– kira 10 – 20 menit lebih lama dari KLT).
Perbedaan lainnya dari kedua kromatografi tersebut adalah pembentukan noda pada adsorbensnya dimana pada KLT noda yang dihasilkan lebih tajam dibandingkan noda yang nampak dalam KK. Hal ini disebabkan pada KK penyusun dari adsorbens berupa selulosa yang dapat mengikat air, sehingga ketika dielusi dengan suatu pelarut atau fase gerak maka noda yang dihasilkan mengalami penyebaran akibat terdapatnya gugus –OH dalam adsorbens yang masih tertingal dalam fase diamnya sehingga penampakan nodanya terlihat lebih pudar dan bentuk nodanya tidak bulat. Sedangkan dalam KLT adsorbens yang digunakan berupa slika gel (SiO2) yang tidak mengikat molekul air, sehingga noda yang tercipta lebih terfokus dan tajam.
Atom silikon dihubungkan oleh atom
oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada permukaan jel silika,
atom silikon berlekatan pada gugus -OH. Jadi, pada permukaan jel silika terdapat
ikatan Si-O-H selain Si-O-Si. Gambar ini menunjukkan bagian kecil dari
permukaan silika.
Permukaan jel silika sangat polar dan
karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang
sesuai disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi
dipol-dipol.. Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium
oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Apa yang kita
sebutkan tentang jel silika kemudian digunakan serupa untuk alumina.
2.2. Fase Gerak
Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak
yang berperan Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperanpenting
pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam
(adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan
terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen gula dalam
tetes secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan.
Eluent dapat digolongkan menurut ukuran
kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben
dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau
sebuah lapis tipis silika. Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik
pelarut. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir
pelarut yang relatif tak polar dari ikatannya dengan alumina (jel silika).
(Kantasubrata, 1993).
2.3. Kromatogram dan Cara Kerja KLT
Kita
akan mulai membahas hal yang sederhana untuk mencoba melihat bagaimana pewarna
tertentu dalam kenyataannya merupakan sebuah campuran sederhana dari beberapa
pewarna.
Sebuah
garis menggunakan pinsil digambar dekat bagian bawah lempengan dan setetes
pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada garis itu. Diberikan penandaan
pada garis di lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan. Jika ini
dilakukan menggunakan tinta, pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya
kromatogram dibentuk. Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan
ditempatkan dalam sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang
tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah
garis dimana posisi bercak berada. Alasan untuk menutup gelas kimia adalah
untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari
pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan
beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas
kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut.
Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang
berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan
akan tampak sebagai perbedaan bercak warna.
Ketika pelarut mulai membasahi lempengan,
pelarut pertama akan melarutkan senyawa-senyawa dalam bercak yang telah
ditempatkan pada garis dasar. Senyawa-senyawa akan cenderung bergerak pada
lempengan kromatografi sebagaimana halnya pergerakan pelarut.
Bagaimana cepatnya senyawa-senyawa dibawa bergerak ke atas pada lempengan,
tergantung pada:
• Kelarutan senyawa dalam pelarut. Tergantung pada besar atraksi antara
molekul-molekul senyawa dengan pelarut.
• Senyawa
melekat pada fase diam, misalnya jel silika. Tergantung pada bagaimana besar
atraksi antara senyawa dengan jel silika.
Senyawa
yang dapat membentuk ikatan hidrogen akan melekat pada jel silika lebih kuat
dibanding senyawa lainnya hanya dapat mengambil bagian interaksi van der Waals
yang lemah. Kita mengatakan bahwa senyawa ini terjerap lebih kuat dari senyawa
yang lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari satu substansi
pada permukaan.
Terdapat perbedaan bahwa ikatan hidrogen pada tingkatan yang sama dan dapat
larut dalam pelarut pada tingkatan yang sama pula. Ini tidak hanya merupakan
atraksi antara senyawa dengan jel silika. Atraksi antara senyawa dan pelarut
juga merupakan hal yang penting-hal ini akan mempengaruhi bagaimana mudahnya
senyawa ditarik pada larutan keluar dari permukaan silika. Penyerapan pada
kromatografi lapis tipis bersifat tidak permanen, terdapat pergerakan yang
tetap dari molekul antara yang terjerap pada permukaan jel silika dan yang kembali
pada larutan dalam pelarut.
Dengan
jelas senyawa hanya dapat bergerak ke atas pada lempengan selama waktu terlarut
dalam pelarut. Ketika senyawa dijerap pada jel silika-untuk sementara waktu
proses penjerapan berhenti-dimana pelarut bergerak tanpa senyawa. Itu berarti
bahwa semakin kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang ditempuh ke atas
lempengan.
Bagaimanapun, hal ini memungkinkan senyawa-senyawa tidak terpisahkan dengan
baik ketika membuat kromatogram. Dalam kasus itu, perubahan pelarut dapat
membantu dengan baik termasuk memungkinkan perubahan pH pelarut.
Gambar menunjukkan lempengan setalah pelarut bergerak
setengah dari lempengan.
Pelarut dapat mencapai sampai pada
bagian atas dari lempengan. Ini akan memberikan pemisahan maksimal dari
komponen-komponen yang berwarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase
diam.
2.4.
Kromatografi Lapis Tipis Pada Substansi Tidak Berwarna
2.3.1. Menggunakan
pendarflour
fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis
seringkali memiliki substansi yang ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan
pendaran flour ketika diberikan sinar ultraviolet (UV). Itu berarti jika
menyinarkannya dengan sinar UV, akan berpendar. Pendaran ini ditutupi pada
posisi dimana bercak pada kromatogram berada, meskipun bercak-bercak itu tidak
tampak berwarna jika dilihat dengan mata. Itu berarti bahwa menyinarkan sinar
UV pada lempengan, akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi
bercak-bercak. Bercak tampak sebagai bidang kecil yang gelap. Sementara UV
tetap disinarkan pada lempengan, dan tandai posisi-posisi dari bercak-bercak
dengan menggunakan pinsil dan melingkari daerah bercak-bercak itu.
2.3.2. Menggunakan
bercak secara kimia
Untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak
dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang
berwarna. Sebuah contoh yang baik adalah kromatogram yang dihasilkan dari
campuran asam amino. Kromatogram dapat dikeringkan dan disemprotkan dengan
larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa senyawa
berwarna, umumnya coklat atau ungu.
Dalam metode lain, kromatogram dikeringkan
kembali dan kemudian ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas kimia
dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan kristal iodium.
Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan bercak pada kromatogram, atau
dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada lempengan. Substansi yang
dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan.
2.5. Perhitungan nilai Rf
Penentuan
nilai Rf suatu standar analit pada KLT pada dasarnya sama dengan penentuan
nilai Rf dalam KK, dimana nilai Rf ditentukan dengan membandingkan jarak noda
yang dihasilkan dari migrasi solvent/ pelarutnya dengan jarak sample/ standar.
Nilai Rf menyatakan ukuran daya pisah suatu zat dengan kromatografi planar (KK
mapun KLT), dimana jika nilai Rfnya besar berarti daya pisah zat yang dilakukan
solvent (eluenya) maksimum sedangkan jika nilai Rfnya kecil berarti daya pisah
zat yang dilakukan solvent (eluenya) minimum. Jumlah perbedaan warna yang telah
terbentuk dari campuran dapat ditentukan nilai (Rf) retensinya, pengukuran
diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang
muncul..Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan
dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum
mengalami proses penguapan. Pengukuran nilai Rf untuk setiap warna dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Rf=jarak yang ditempuh oleh komponen
jarak yang ditempuh oleh pelarut
BAB III
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara
pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya
Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat
sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya yag dapat digunakan untuk memisahkan
senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik. Pelaksanaan kromatografi lapis
tipis bisa digunakan dengan suatu plat tipis (aluminium) yang berfungsinya
untuk tempat berjalannya adsorbens sehingga proses migrasi analit oleh
solventnya bisa berjalan dan seringkali juga mengandung substansi yang mana
dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet
Pelaksanaan kromatografi biasanya digunakan
dalam pemisahan pewarna yang merupakan sebuah campuran dari beberapa zat
pewarna. Jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk dari campuran, pengukuran
diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang
muncul sehingga dapat ditentukan nilai retensinya atau Rf.
Jika kromatografi lapis tipis yang akan dideteksi pada substansi tidak berwarna dilakukan dengan cara pendaflour dan bercak secara kimia. fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis seringkali memiliki substansi yang ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan pendaran flour ketika diberikan sinar ultraviolet (UV). Hal Itu berarti jika penyinarannya dengan sinar UV, akan berpendar untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak ataupun dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna
DAFTAR
PUSTAKA
Khopkar, 2008, Konsep Dasar Kimia
Analitik , Jakarta : UI Press
Sastrohamidjojo,
2005, Kromatografi , Yogyakarta : Liberty Yogyakarta
Underwood, 1999, Analisis Kimia
Kuantitatif , Jakarta : Erlangga
www.chem-is try.org/materi_kimia/kromatografi1/kromatografi_lapis_tipis/
kriemhild.uft.uni-bremen.de/nop_www/id/articles/pdf/Chromatography_id.pdf
id.wordpress.com/tag/kromatografi-lapis-tipis/
0 komentar:
Posting Komentar