Kerajaan Kutai
A. Kehidupan politik
Kerajaan Kutai yang
berlokasi di hulu Sungai Mahakam, Kalimantan Timur adalah kerajaan bercorak Hindu
pertama di Nusantara. Sumber utama Kerajaan Kutai ialah tujuh buah batu
bertulis yang disebut yupa. Yupa itu ditulis dengan huruf Pallawa dan berbahasa
Sanskerta disusun dalam bentuk syair. Yupa adalah tugu batu yang berfungsi
sebagai tugu peringatan yang dibuat oleh para Brahmana atas kedermawanan Raja
Mulawarman. Dituliskan bahwa Raja Mulawarman, Raja yang baik dan kuat yang
merupakan anak dari Aswawarman dan merupakan cucu dari Raja Kudungga, telah
memberikan 20.000 ekor sapi kepada para
Brahmana. Penggunaan nama Kerajaan Kutai sendiri ditentukan oleh para ahli sejarah
dengan mengambil nama dari tempat ditemukannya prasasti Yupa tersebut yaitu di
daerah Kutai.
Dari prasati tersebut didapat bawah Kerajaan Kutai pertama kali
didirikan oleh Kudungga kemudian dilanjutkan oleh anaknya Aswawarman dan
mencapai puncak kejayaan pada masa Mulawarman (Anak Aswawarman). Menurut para
ahli sejarah nama Kudungga merupakan nama asli pribumi yang belum tepengaruh
oleh kebudayaan Hindu. Namun anaknya, Aswawarman diduga telah memeluk agama
Hindu atas dasar kata ‘warman’ pada namnya yang merupakan kata yang berasal
dari bahasa Sanskerta. Pendiri Kerajaan Kutai adalah Kudungga, sedangkan raja
pertama yang resmi berkuasa di Kerajaan Kutai adalah Aswawarman karena sebagai
pendiri dinasti Kerajaan Kutai dan diberi gelar “Wangsakarta”, yang artinya
pembentuk keluarga.
Nama-Nama Raja Kutai
1. Maharaja Kudungga, gelar anumerta Dewawarman (pendiri)2. Maharaja Aswawarman (anak Kundungga)3. Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman)4. Maharaja Marawijaya Warman5. Maharaja Gajayana Warman6. Maharaja Tungga Warman7. Maharaja Jayanaga Warman8. Maharaja Nalasinga Warman9. Maharaja Nala Parana Tungga10. Maharaja Gadingga Warman Dewa11. Maharaja Indra Warman Dewa12. Maharaja Sangga Warman Dewa13. Maharaja Candrawarman14. Maharaja Sri Langka Dewa15. Maharaja Guna Parana Dewa16. Maharaja Wijaya Warman17. Maharaja Sri Aji Dewa18. Maharaja Luhur Putera19. Maharaja Nala Pandita20. Maharaja Indra Paruta Dewa21. Maharaja Dharma Setia
B. Kehidupan Sosial - Ekonomi
Dilihat dari letak Kerajaan Kutai pada jalur perdagangan dan pelayaran antara Barat dan Timur maka aktivitas perdagangan menjadi salah satu mata pencaharian rakyat kutai. Kutai telah termasuk daerah persinggahan perdagangan internasional, yaitu Selat Malaka–Laut Jawa–Selat Makasar–Kutai-–Cina, atau sebaliknya.
Selain itu. diperkirakan
rakyat kutai hidup dari hasil pertanian dan peternakan. Kemungkinan hidup dari
hasil pertanian didasarkan pada letak Kerajaan Kutai juga berada di pedalaman
Kalimatan dan dekat aliran Sungai Mahakam.
Kehidupan peternakan juga menjadi andalan hidup mereka. Kemungkinan ini didasarkan dari keterangan yang tertulis pada yupa bahwa Raja Mulawarman pernah memberikan hartanya berupa minyak dan 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana.
C. Kehidupan Sosial - Budaya
Prasasti peninggalan Kerajaan Kutai yang ditulis menggunakan huruf Pallawa dan dalam bahasa Sanskerta memberi petunjuk bahwa ada sebagian penduduk Kutai yang hidup dalam suasana peradaban India. Bahasa Sanskerta bukanlah bahasa rakyat biasa, tetapi biasa digunakan oleh para brahmana. Kemungkinan di Kutai pun bahasa Sanskerta digunakan oleh para brahmana. Dengan demikian, para brahmana kemungkinan juga telah menjadi kelompok masyarakat tertentu di Kutai.
Kelompok masyarakat lain yang muncul akibat pengaruh kebudayaan India adalah kelompok ksatria. Di Kutai, kelompok ksatria terdiri atas kerabat Mulawarman atau terbatas pada orang-orang yang erat hubungannya dengan raja. Masyarakat di luar kelompok brahmana dan ksatria masih hidup dalam suasana dan tradisi asli nenek moyang masyarakat Kutai.
Kehidupan kepercayaan
atau agama masyarakat Kutai dapat dilihat dari keberadaan Yupa. Yupa merupakan
salah satu hasil budaya masyarakat Kutai, yaitu tugu batu yang merupakan
warisan nenek moyang bangsa Indonesia dari zaman Megalitikum, yakni bentuk
menhir. Salah satu yupa itu menyebutkan suatu tempat suci dengan nama Waprakeswara (tempat pemujaan Dewa Siwa). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa masyarakat Kutai adalah pemeluk agama Siwa.
D. Keruntuhan Kerajaan
Kutai
Kerajaan Kutai
berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam
peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji
Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara
yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai Lama (Tanjung Kute). Kutai
Kartanegara inilah yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai
Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam yang disebut Kesultanan Kutai
Kartanegara.
0 komentar:
Posting Komentar